Sabtu, 16 Oktober 2010

TELAAH KURIKULUM AL-QUR'AN HADITS KELAS IV SEMESTER II MADRASAH IBTIDAIYAH

TELAAH KURIKULUM AL-QUR'AN HADITS
KELAS IV SEMESTER II MADRASAH IBTIDAIYAH


I. PENDAHULUAN
Dalam konteks madrasah, agar lulusannya memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, maka kurikulum Madrasah perlu dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Hal ini dilakukan agar madrasah secara kelembagaan dapat merespon secara proaktif berbagai perkembagan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan desentralisasi. Dengan cara seperti itu, Madrasah tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya.
Selanjutnya basis kompetensi yang dikembangkan di Madrasah harus menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt, pengusaan ketrampilan hidup, pengusaan kemampuan akademik, seni, dan pengembangan kepribadian yang paripurna. Dengan petimbangan ini, maka disusun kurikulum nasional Pendidikan Agama di Madrasah yang berbabasis kompetensi dasar yang mencerminkn kebutuhan keberagaman peserta didik Madrasah secara nasional. Standar ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum Qur’an Hadist di Madrasah sesuai dengan kebutuhan daerah / Madrasah.
Oleh karena itu, peranan dan efektifitas pendidikan agama di Madrasah sebagai landasan bagi pengembangan spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat mutlak harus ditingkatkan, karena asumsinya adalah jika pendidikan agama (Yang meliputi Al-Qur’an dan Hadist, Aqidah dan Aklaq, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islam) yang dijadikan landasan pengembangan nilai spiritual dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat akan lebih baik.
Pendidikan Al-Qur’an dan Hadist di Madrasah Ibtidaiyah sebagai landasan yang integral dari pendidikan Agama, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik, tetapi secara substansial mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadist memiliki kontribusi dalam memberikan motifasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan kegamaan (tauhid) dan Ahlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
Mata pelajaran Al-Qur’an Hadist adalah bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Madrasah Ibtidaiyah yanbg dimaksud untuk memberikan motivasi, bimbingan, pemahaman, kemampuan dan penghayatan terhadap isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist sehingga dapat diwujudkan dalam pertilaku sehari – hari sebagai manifestasi iman dan taqwa kepada Allah Swt.

II. PEMBAHASAN
Sesuai dengan kerangka pikir diatas, Kurikulum Al – Qur’an dan Hadist Madrasah Ibtidaiyah ( MI ) dikembangkan dengan pendekatan sebagai berikut:
1. Lebih menitikberatkan target kompetensi dari penguasaan materi.
2. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia
3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan dilapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

Kurikulum Al-Qur’an dan Hadist MI yang dikembangkan dengan pendekatan tersebut diharapkan mampu menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, peningkatan penguasaan kecakapan hidup, kemampuan bekerja dan bersikap ilmiah sekaligus menjamin pengembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlaq mulia.
Pembelajaran Al Qur’an-Hadist di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik dalam membaca, menulis, membiasakan dan menggemari Al Qur’an dan Hadist serta menanamkan pengertian, pemahaman, penghayatan isi kandungan ayat-ayat Al Qur’an-Hadist untuk mendorong, membina dan membimbing akhlaq dan perilaku peserta didik agar berpedoman kepada dan sesuai dengan isi kandungan ayat – ayat Al Qur’an dan Hadist.
Mata pelajaran Al Qur’an – Hadist pada Madrasah Ibtidaiyah berfungsi:
1. Menumbuhkembangkan kemampuan peserta didik membaca dan menulis Al Qur’an Hadist;
2. Mendorong, membimbing dan membina kemampuan dan kegemaran untuk membaca Al Qur’an dan Hadist;
3. Menanamkan pengertian, pemahaman, penghayatan dan pengamalan kandungan ayat – ayat Al Qur’an dan Hadist dalam perilaku peserta didik sehari – hari
4. Memberikan bekal pengetahuan untuk mengikuti pendidikan pada jenjang yang setingkat lebnih tinggi ( MTs ).
Ruang lingkup pengajaran Al Qur’an – Hadist di Madrasah Ibtidaiyah meliputi:
1. Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al Qur’an
2. Hafalan surat – surat pendek
3. Pemahaman kandungan surat – surat pendek
4. Hadist – hadist tentang kebersihan, niat, menghormati orang tua, persaudaraan, silaturrahim, taqwa, menyayangi anak yatim, shalat berjamaah, ciri – ciri orang munafik dan amal shaleh.

Ringkasan materi pokok pembahasan Al Qur’an Hadist kelas IV semester II adalah sebagai berikut:




STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
4. Memahami arti surat pendek dan hadis tentang niat dan silaturahmi 4.1 Mengartikan surat al-Lahab
4.2 Menjelaskan isi kandungan surat al-Lahab secara sederhana
4.3 Menerjemahkan isi kandungan hadis tentang niat dan silaturahmi
4.4 Menjelaskan isi kandungan hadis tentang niat dan silaturahmi secara sederhana
5. Menerapkan kaidah-kaidah ilmu tajwid 5.1 Memahami hukum bacaan idgham
bighunnah, idgham bilaghunnah, dan iqlab
5.1 Menerapkan hukum bacaan idgham bighunnah, idgham bilaghunnah, dan iqlab

III. ANALISIS
Dengan pertimbangan secara seksama, kami dapat menelaah kurikulum Al-Al-Qur'an Hadits kelas IV semester II sebagai berikut:
Aspek Tujuan
Standar kompetensi mata pelajaran Qur’an Hadist berisi sekumpulan kemampuan yang harus dikuasai peserta didik selama menempuh mata pelajaran Al Qur’an Hadist di MI. Kemampuan ini berorientasi kepada perilaku efektif dan psikomotorik dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat keimanan, ketaqwaan, dan ibadah kepada Allah SWT. Kemampuan – kemampuan yang tercantum dalam Standar Kompetensi ini merupakan penjabaran dari kemampuan dasar umum yang harus dicapai peserta didik di tingkat MI. Kemampuan – kemampuan tersebut meliputi:
a. Mampu Mengartikan surat al-Lahab
b. Mampu Menjelaskan isi kandungan surat al-Lahab secara sederhana
c. Mampu Menerjemahkan isi kandungan hadis tentang niat dan silaturahmi
d. Mampu Menjelaskan isi kandungan hadis tentang niat dan silaturahmi secara sederhana
e. Mampu Memahami hukum bacaan idgham bighunnah, idgham bilaghunnah, dan iqlab
f. Mampu Menerapkan hukum bacaan idgham bighunnah, idgham bilaghunnah, dan iqlab
Aspek Materi
Banyak beberapa hal yang perlu kita perhatikan di dalam isi materi kurikulum Al Qur’an dan Hadist Kelas IV semester II antara lain:
a. Isi materi membahas tentang cerita Abu Lahab dan isterinya yang menentang Rasul s.a.w. Keduanya akan celaka dan masuk neraka. Harta Abu Lahab, tak berguna untuk keselamatannya demikian pula segala usaha-usahanya.
b. Isi materi Al-Qur'an dan Hadits cukup menarik, karena menjadikan anak mampu mendorong, membimbing dan membina kemampuan dan kegemaran untuk membaca Al Qur’an dan Hadist.
Aspek Metode
Kalau berpacu pada orientasi kurikulum sekarang, metode sudah jelas, walaupun belum mencantumkan tentang metode apa yang harus digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi. Ini juga sampai membuat lengah bagi guru yang akan mengajar, karena ini dapat dipahami bahwa tanpa dicantumkan guru harus pandai-pandai menggunakan metode apa saja yang cocok dalam setiap materi.
Tiap guru yang menginginkan sukses harus mengadakan persiapan yang baik termasuk metode apa yang perlu digunakan. Akan tetapi persiapan disini bukanlah menentukan bahan atau kegiatan untuk mengisi waktu dengan mengikuti langkah-langkah yang ditentukan oleh buku pelajaran. Agar pelajaran efektif persiapan guru seharusnya. Merencanakan fokus-fokus yang memberi kebulatan pelajaran mendorong anak memikirkan masalah / pokok-pokok tertentu.

Waktu
Ketentuan program studi bahan antara lain:
- Minggu efektif dalam 1 tahun (2 sistem) adalah 34 minggu dan jam sekolah efektif perminggu minimal 30 jam (1800 menit)
- Satu jam pelajaran tetap muka dilaksanakan selama 45 menit. Jadi jika Fiqih satu minggu Cuma 1 kali pertemuan, maka hanya 45 menit saja waktu tatap muka. Apakah mungkin seorang guru mengajar dari tujuan pembelajaran Al-Qur'an dan hadits?

Media
Media merupakan alat peraga dalam rangka membantu KBM (kegiatan belajar mengajar) yang meliputi hardware dan software (perangkat keras dan perangkat lunak).
Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai, dan secara garis besar dalam pelajaran Al-Qur'an dan hadits kelas IV masih perlu adanya evaluasi kurikulum di dalam metode tersebut. dan tentunya alat evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu test dan non test.

IV. PENUTUP
Demikian makalah yang kami sampaikan, tentunya masih banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, amin.



DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Departemen Agama RI Kurikulum 2006, Pedoman Umum Pengembangan Silabus Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2006.
Mulyasa, E., KBK, Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung: Rosda Karya, 2004.
Mursal dan S. Nasution, Mengajar dengan Sukses, Bandung: Jemmars, 1993.
Wasty, Psikologi Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Malang, 1990.

HUKUM BERDO’A BERSAMA DENGAN AGAMA LAIN (NON MUSLIM)

I. PENDAHULUAN
Bagi umat Islam, Do’a Bersama bukan merupakan sesuatu yang baru. Sejak belasan abad, bahkan sejak agama Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w., hingga sekarang, mereka sudah terbiasa melakukannya, baik dilakukan setelah salat berama’ah maupun pada event-event tertentu.
Do’a adalah suatu bentuk kegiatan berupa permohonan manusia kepada Allah SWT semata (lihat antara lain QS. al-Naml [27]: 62). Dalam sejumlah ayat al-Qur’an (lihat antara lain QS. al-Mu’min [40]: 60) Allah memerintahkan agar berdo’a. Oleh karena itu, kedudukan do’a dalam ajaran Islam adalah ibadah. Bahkan Nabi s.a.w. menyebutnya sebagai otak atau intisari ibadah (mukhkh al-‘ibadah). Sebagai sebuah ibadah, pelaksanaan do’a wajib mengikuti ketentuan atau aturan yang telah digariskan oleh ajaran Islam. Di antara ketentuan paling penting dalam berdo’a adalah bahwa do’a hanya dipanjatkan kepada Allah SWT semata. Dengan demikian, di dalam do’a sebenarnya terkandung juga unsur aqidah, yakni hal yang paling fundamental dalam agama (ushul al-din).
Di Indonesia akhir-akhir ini, dalam acara-acara resmi kemasyarakatan maupun kenegaraan umat Islam terkadang melakukan do’a bersama dengan penganut agama lain pada satu tempat yang sama. Do’a dengan bentuk seperti itulah yang dimaksud dengan Do’a Bersama. Sedangkan do’a yang dilakukan hanya oleh umat Islam sebagaimana disinggung di atas tidak masuk dalam pengertian ini. Do’a Bersama tersebut telah menimbulkan sejumlah pertanyaan di kalangan umat Islam, terutama tentang status hukumnya. Atas dasar itu,
.Terkait dengan hal tersebut diatas, lebih lanjut akan dibahas secara sistematis tentang hukum do’a bersama dengan agama lain
II. PERMASALAHAN

Bagaimanakah hukum berdo’a bersama dengan Agama lain?

III. PEMBAHASAN
Do’a merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia yang berbentuk ucapan yang di sertai adab-adab yang di tentukan dalam Islam, setelah seorang tersebut, berusaha atau berikhtiar guna untuk mewujudkan cita-citanya yang pada intinya mendekatkan diri kepada Allah swt. Seseorang tidak terlepas dari do’a karena do’a itu, inti dari ibadah. Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas, berikut ini akan di jelaskan sebagai pedoman dan secara tajam untuk menganalisis tentang di haramkannya do’a bersama
A. Pengertian Doa Bersama
Secara etimologi, do'a berasal dari kata
دعا- يد عو - دعو ى
Yang berarti permohonan atau permintaan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, doa adalah permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Secara terminologi, do'a adalah permohonan atau permintaan dari seorang hamba kepada Tuhan dengan menggunakan lafal yang dikehendaki dan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan.8 Menurut Sudirman Tebba, do'a adalah permintaan atau permohonan, yaitu permohonan manusia kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat.
Jadi Do’a Bersama adalah berdo’a yang dilakukan secara bersama-sama antara umat Islam dengan umat non-Islam dalam acara-acara resmi kenegaraan maupun kemasyarakatan pada waktu dan tempat yang sama, baik dilakukan dalam bentuk satu atau beberapa orang berdo’a sedang yang lain mengamini maupun dalam bentuk setiap orang berdo’a menurut agama masing-masing secara bersama-sama.
B. Dasar Hukum Do’a
Dasar hukum do’a dapat dijumpai dalam Al-Qur’an dan Al-hadist.
a. Al-Qur’anul Karim
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ﴿60﴾
Artinya: Serulah Aku! Akan Kukabulkan do'amu. Orang yang sombong dan tiada suka menyembah Aku, pasti akan masuk neraka jahanam dalam kehinaan.

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ﴿55﴾
Artinya: "Mohonlah (berdo'alah) kamu kepada Tuhanmu dengan cara merendahkan diri dan suara halus bahwasanya Allah, tiada menyukai orang-orang yang melampui batas (Q.S. Al-A'raf: 55).
b. Al-Hadits
عن النعمان بن بشير,قال: رسول الله صلى الله عليه وسلم ان الدعاءهوالعبا دة
Artinya: dari nukman bin basir Rasullah saw telah berkata: Sesungguhnya do’a itu adalah ibadat.” (H.R. Ibnu Majah At-Turmudzy)13
عن ا بي هريرة , عن ا لنبي , ص م, ا نه قال: لا يزا ل يستجاب للعبد مالم يدع باء ثم ا وقطيعة رحم مالم يستعجل قيل: يارسول الله اماالاستعجال؟ قال يقول: قد دعوت,وقد دعوت, فلم اريستجيب لي. فيستحسر عند ذلك, ويدع الدعاء 14
Artinya: Dari Abi Hurairah: Do’a seoarang hamba akan tetap dikabulkan selama ia tidak berdo’a untuk suatu perbuatan dosa, memutuskan silaturrahim, dan selama dia tidak terburu-buru meminta dikabulkan do’anya. ” Kemudian ada salah seorang sahabat yang bertanya, “wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan terburu-buru (al-isti’jal) itu? ” Rasulullah saw menjawab, “yaitu orang yang mengatakan, ‘Aku telah berdo’a tetapi aku belum melihat tanda-tanda bahwa do’aku dikabulkan, sehingga dia berputus asa terhadap do’anya itu dan meninggalkannya". (Shohih Muslim)

C. Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Doa Bersama (Doa antar Agama) Umat Muslim dan Non Muslim
a. Do’a bersama menurut pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam Keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dinyatakan:
1) Bahwa umat Islam diperbolehkan bekerja sama dan bergaul dengan umat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan:
Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿13﴾

Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Al-Qur'an surat Al-Mumtahanah ayat 8:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿8﴾
Artinya: "Allah tidak melarang kamu (umat Islam) untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (beragama lain) yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."

2) Bahwa umat Islam tidak boleh mencampuradukkan akidah dan peribadatan agamanya dengan akidah dan peribadatan agama lain, berdasarkan:
Al-Qur'an surat Al-Kafirun ayat 1-6:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿1﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿2﴾ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿3﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ ﴿4﴾ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿5﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿6﴾

Artinya: "Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu-lah agamamu dan untukkulah agamaku.”

Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 42:

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿42﴾
Artinya: "Janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya.”

b. Menurut Pendapat Nurcholis Madjid Tentang Do’a Bersama
1) Berdo’a untuk orang-orang non-Muslim yang bukan musyrik dan bukan munafik itu, dibolehkan selama ia bertujuan untuk kemaslahatan.
2) Ajaran Islam membolehkan kaum Muslim memintakan doa untuk non-Mulsim. Orang–orang yang dimintakan berdo’a percaya pada penyembah Tuhan yang sama meskipun mereka berbeda agama. Dengan meminta do’a dari orang orang non Muslim percaya pada penyembah tuhan yang sama, meskipun dengan cara-cara yang berbeda.
3) Ajaran Islam membolehkan orang Muslim berdo’a dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh para penganut agama-agama yang berbeda, baik orang yang memimpin do’a itu, adalah orang Muslim maupun non-Muslim atau bersma-sama membaca teks bersama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Apalagi do’a bersama jenis ini, bertujuan untuk kemaslahatan seperti kedamaian, kerukunan dan solidaritas, maka ia di bolehkan, bahkan meningkat menjadi di anjurkan.
4) Ajaran Islam telah membolehkan orang-orang Muslim berdo’a dalam satu pertemuan yang dihadiri oleh para penganut agama-agama yang berbeda yang memimpin do’a itu, adalah wakil-wakil dari masing-masing agama yang berbeda dan saling bergantian.
IV. ANALISIS DAN KESIMPULAN
Doa bersama yang dilakukan oleh Muslim dan non-Muslim sebagaimana masyarakat Muslim ada yang resah atas terselenggaranya doa bersama, yang akhir-akhir sekarang ini, sering dilakukan oleh Muslim dan non-Muslim. Keresahan yang ditimbulkan oleh doa bersama tersebut.
Maka untuk itu MUI mengeluarkan Fatwa diantaranya adalah:
Menetapkan : Fatwa tentang doa bersama
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini yang dimaksud:
A. Doa bersama adalah berdoa yang dilakukan secara bersama-sama antara ummat Muslim dan non-Muslim, baik dalam acara-acara resmi kenegaraan maupun kemasyarakatan pada waktu dan tempat yang sama, baik dilakukan dalam bentuk satu atau beberapa orang berdoa, sedangkan yang lain mengamini, maupun dalam bentuk setiap orang berdoa menurut agama masing-masing secara bersama.
B. Meng-amini orang yang berdoa termasuk doa
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Doa bersama yang dilakukan oleh orang Muslim dan non Muslim, termasuk bid’ah.
2. Doa bersama dalam bentuk setiap pemuka agama berdoa secara bergiliran, maka orang Islam haram mengikuti dan mengamini doa yang dipimpin oleh non-Muslim.
3. Doa bersama dalam bentuk “Muslim dan non-Muslim berdoa secara serentak” (misalnya mereka membaca teks doa bersamasama) hukumnya haram.
4. Doa bersama dalam bentuk “Seorang non-Muslim memimpin doa” maka orang Muslim haram mengikuti dan mengamininya.
5. Doa bersama dalam bentuk “seorang tokoh Muslim memimpin doa” hukumnya mubah.
6. Doa dalam bentuk “Setiap orang berdoa menurut agama masingmasing hukumnya mubah.
Doa bersama yang dilakukan oleh seorang Muslim dan non-Muslim dari huruf 2, 3 dan 4 hukumnya haram atau orang Islam tidak boleh mengikuti dengan cara-cara tersebut. Alasannya karena, Konsep Tuhan mereka dan Tuhan orang Muslim sangat berbeda apabila dilihat dari sudut pandang aqidah atau tauhid Islam. Misalkan orang Kristen dalam hal ini mengenal Tuhan Trinitas atau Tuhan terdiri dari tiga, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Ibu, Tuhan Anak, sedangkan menurut Islam sebaliknya Allah adalah satu dan Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Di dalam Islam apabila seseorang menyekutukan Allah dianggap dosa besar yang tak terampuni, dan Allah menolak segala kemusrikan dalam ibadah, juga dikuatkan oleh pendapat Prof. Dr. Ahmad Rofiq, selaku sekretaris MUI Jateng, menurutnya doa bersama yang dipimpin oleh non-Muslim menurut pemahaman orang Islam, adalah sebagai bentuk kemusrikan dan menurutnya pula, doa bersama yang dipimpin oleh seorang Muslim atau berdoa menurut agama masing-masing tidak masalah dan disitu tidak ada unsur kemusrikan.10
Sedangkan menurut Nurkholis Madjid, ia berpendapat doa bersama dalam bentuk berdoa secara bersama atau setiap pemuka agama berdoa secara bergiliran dan mengamini doa, yang dipimpin oleh non Muslim itu dibolehkan, atau doa bersama dalam bentuk Muslim dan non-Muslim secara serentak atau membaca teks atau doa bersama dalam bentuk seorang non-Muslim memimpin doa dan orang Muslim boleh mengamini dan mengikutinya atau doa bersama dalam bentuk seorang tokoh Islam memimpin doa dan doa dalam bentuk setiap orang berdoa menurut agamanya masing-masing hukumnya boleh. Bolehnya mendoakan orang kafir tersebut asalkan bukan kafir yang musyrik atau bukan munafik, karena tidak semua orang non muslim itu munafik dan musyrik. Dan doa tersebut selama ia bertujuan untuk kemaslahatan, maka dibolehkan. Kebolehan tersebut atas dasar al-Qur’an surat at Taubah ayat 8 dan 84 serta al Munafiquun ayat.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan. Tentunya masih banyak kesalahan. Oleh karenanya kritik dan saran sangat kami harapkan.


DAFTAR PUSTAKA

Badruzzaman, Ahmad Dimyati, Umat Bertanya Ulama Menjawab, Bandung: Sinar Baru, 1973
Dahlan, Abdual Aziz, et. al, (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 2, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III, Cet 2, Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Madjid, Nor Kholis, Islam Agama Kemanusiaan, Jakarta: Paramadina Cet. ke-2, 2003
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1986

Hukum Do'a Bersama dengan Non Muslim

HUKUM BERDO’A BERSAMA DENGAN AGAMA LAIN (NON MUSLIM)

I. PENDAHULUAN
Bagi umat Islam, Do’a Bersama bukan merupakan sesuatu yang baru. Sejak belasan abad, bahkan sejak agama Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w., hingga sekarang, mereka sudah terbiasa melakukannya, baik dilakukan setelah salat berama’ah maupun pada event-event tertentu.
Do’a adalah suatu bentuk kegiatan berupa permohonan manusia kepada Allah SWT semata (lihat antara lain QS. al-Naml [27]: 62). Dalam sejumlah ayat al-Qur’an (lihat antara lain QS. al-Mu’min [40]: 60) Allah memerintahkan agar berdo’a. Oleh karena itu, kedudukan do’a dalam ajaran Islam adalah ibadah. Bahkan Nabi s.a.w. menyebutnya sebagai otak atau intisari ibadah (mukhkh al-‘ibadah). Sebagai sebuah ibadah, pelaksanaan do’a wajib mengikuti ketentuan atau aturan yang telah digariskan oleh ajaran Islam. Di antara ketentuan paling penting dalam berdo’a adalah bahwa do’a hanya dipanjatkan kepada Allah SWT semata. Dengan demikian, di dalam do’a sebenarnya terkandung juga unsur aqidah, yakni hal yang paling fundamental dalam agama (ushul al-din).
Di Indonesia akhir-akhir ini, dalam acara-acara resmi kemasyarakatan maupun kenegaraan umat Islam terkadang melakukan do’a bersama dengan penganut agama lain pada satu tempat yang sama. Do’a dengan bentuk seperti itulah yang dimaksud dengan Do’a Bersama. Sedangkan do’a yang dilakukan hanya oleh umat Islam sebagaimana disinggung di atas tidak masuk dalam pengertian ini. Do’a Bersama tersebut telah menimbulkan sejumlah pertanyaan di kalangan umat Islam, terutama tentang status hukumnya. Atas dasar itu,
.Terkait dengan hal tersebut diatas, lebih lanjut akan dibahas secara sistematis tentang hukum do’a bersama dengan agama lain
II. PERMASALAHAN

Bagaimanakah hukum berdo’a bersama dengan Agama lain?

III. PEMBAHASAN
Do’a merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia yang berbentuk ucapan yang di sertai adab-adab yang di tentukan dalam Islam, setelah seorang tersebut, berusaha atau berikhtiar guna untuk mewujudkan cita-citanya yang pada intinya mendekatkan diri kepada Allah swt. Seseorang tidak terlepas dari do’a karena do’a itu, inti dari ibadah. Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas, berikut ini akan di jelaskan sebagai pedoman dan secara tajam untuk menganalisis tentang di haramkannya do’a bersama
A. Pengertian Doa Bersama
Secara etimologi, do'a berasal dari kata
دعا- يد عو - دعو ى
Yang berarti permohonan atau permintaan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, doa adalah permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Secara terminologi, do'a adalah permohonan atau permintaan dari seorang hamba kepada Tuhan dengan menggunakan lafal yang dikehendaki dan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan.8 Menurut Sudirman Tebba, do'a adalah permintaan atau permohonan, yaitu permohonan manusia kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat.
Jadi Do’a Bersama adalah berdo’a yang dilakukan secara bersama-sama antara umat Islam dengan umat non-Islam dalam acara-acara resmi kenegaraan maupun kemasyarakatan pada waktu dan tempat yang sama, baik dilakukan dalam bentuk satu atau beberapa orang berdo’a sedang yang lain mengamini maupun dalam bentuk setiap orang berdo’a menurut agama masing-masing secara bersama-sama.
B. Dasar Hukum Do’a
Dasar hukum do’a dapat dijumpai dalam Al-Qur’an dan Al-hadist.
a. Al-Qur’anul Karim
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ﴿60﴾
Artinya: Serulah Aku! Akan Kukabulkan do'amu. Orang yang sombong dan tiada suka menyembah Aku, pasti akan masuk neraka jahanam dalam kehinaan.

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ﴿55﴾
Artinya: "Mohonlah (berdo'alah) kamu kepada Tuhanmu dengan cara merendahkan diri dan suara halus bahwasanya Allah, tiada menyukai orang-orang yang melampui batas (Q.S. Al-A'raf: 55).
b. Al-Hadits
عن النعمان بن بشير,قال: رسول الله صلى الله عليه وسلم ان الدعاءهوالعبا دة
Artinya: dari nukman bin basir Rasullah saw telah berkata: Sesungguhnya do’a itu adalah ibadat.” (H.R. Ibnu Majah At-Turmudzy)13
عن ا بي هريرة , عن ا لنبي , ص م, ا نه قال: لا يزا ل يستجاب للعبد مالم يدع باء ثم ا وقطيعة رحم مالم يستعجل قيل: يارسول الله اماالاستعجال؟ قال يقول: قد دعوت,وقد دعوت, فلم اريستجيب لي. فيستحسر عند ذلك, ويدع الدعاء 14
Artinya: Dari Abi Hurairah: Do’a seoarang hamba akan tetap dikabulkan selama ia tidak berdo’a untuk suatu perbuatan dosa, memutuskan silaturrahim, dan selama dia tidak terburu-buru meminta dikabulkan do’anya. ” Kemudian ada salah seorang sahabat yang bertanya, “wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan terburu-buru (al-isti’jal) itu? ” Rasulullah saw menjawab, “yaitu orang yang mengatakan, ‘Aku telah berdo’a tetapi aku belum melihat tanda-tanda bahwa do’aku dikabulkan, sehingga dia berputus asa terhadap do’anya itu dan meninggalkannya". (Shohih Muslim)

C. Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Doa Bersama (Doa antar Agama) Umat Muslim dan Non Muslim
a. Do’a bersama menurut pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam Keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dinyatakan:
1) Bahwa umat Islam diperbolehkan bekerja sama dan bergaul dengan umat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan:
Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿13﴾

Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Al-Qur'an surat Al-Mumtahanah ayat 8:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿8﴾
Artinya: "Allah tidak melarang kamu (umat Islam) untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (beragama lain) yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."

2) Bahwa umat Islam tidak boleh mencampuradukkan akidah dan peribadatan agamanya dengan akidah dan peribadatan agama lain, berdasarkan:
Al-Qur'an surat Al-Kafirun ayat 1-6:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿1﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿2﴾ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿3﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ ﴿4﴾ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿5﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿6﴾

Artinya: "Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu-lah agamamu dan untukkulah agamaku.”

Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 42:

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿42﴾
Artinya: "Janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya.”

b. Menurut Pendapat Nurcholis Madjid Tentang Do’a Bersama
1) Berdo’a untuk orang-orang non-Muslim yang bukan musyrik dan bukan munafik itu, dibolehkan selama ia bertujuan untuk kemaslahatan.
2) Ajaran Islam membolehkan kaum Muslim memintakan doa untuk non-Mulsim. Orang–orang yang dimintakan berdo’a percaya pada penyembah Tuhan yang sama meskipun mereka berbeda agama. Dengan meminta do’a dari orang orang non Muslim percaya pada penyembah tuhan yang sama, meskipun dengan cara-cara yang berbeda.
3) Ajaran Islam membolehkan orang Muslim berdo’a dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh para penganut agama-agama yang berbeda, baik orang yang memimpin do’a itu, adalah orang Muslim maupun non-Muslim atau bersma-sama membaca teks bersama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Apalagi do’a bersama jenis ini, bertujuan untuk kemaslahatan seperti kedamaian, kerukunan dan solidaritas, maka ia di bolehkan, bahkan meningkat menjadi di anjurkan.
4) Ajaran Islam telah membolehkan orang-orang Muslim berdo’a dalam satu pertemuan yang dihadiri oleh para penganut agama-agama yang berbeda yang memimpin do’a itu, adalah wakil-wakil dari masing-masing agama yang berbeda dan saling bergantian.
IV. ANALISIS DAN KESIMPULAN
Doa bersama yang dilakukan oleh Muslim dan non-Muslim sebagaimana masyarakat Muslim ada yang resah atas terselenggaranya doa bersama, yang akhir-akhir sekarang ini, sering dilakukan oleh Muslim dan non-Muslim. Keresahan yang ditimbulkan oleh doa bersama tersebut.
Maka untuk itu MUI mengeluarkan Fatwa diantaranya adalah:
Menetapkan : Fatwa tentang doa bersama
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini yang dimaksud:
A. Doa bersama adalah berdoa yang dilakukan secara bersama-sama antara ummat Muslim dan non-Muslim, baik dalam acara-acara resmi kenegaraan maupun kemasyarakatan pada waktu dan tempat yang sama, baik dilakukan dalam bentuk satu atau beberapa orang berdoa, sedangkan yang lain mengamini, maupun dalam bentuk setiap orang berdoa menurut agama masing-masing secara bersama.
B. Meng-amini orang yang berdoa termasuk doa
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Doa bersama yang dilakukan oleh orang Muslim dan non Muslim, termasuk bid’ah.
2. Doa bersama dalam bentuk setiap pemuka agama berdoa secara bergiliran, maka orang Islam haram mengikuti dan mengamini doa yang dipimpin oleh non-Muslim.
3. Doa bersama dalam bentuk “Muslim dan non-Muslim berdoa secara serentak” (misalnya mereka membaca teks doa bersamasama) hukumnya haram.
4. Doa bersama dalam bentuk “Seorang non-Muslim memimpin doa” maka orang Muslim haram mengikuti dan mengamininya.
5. Doa bersama dalam bentuk “seorang tokoh Muslim memimpin doa” hukumnya mubah.
6. Doa dalam bentuk “Setiap orang berdoa menurut agama masingmasing hukumnya mubah.
Doa bersama yang dilakukan oleh seorang Muslim dan non-Muslim dari huruf 2, 3 dan 4 hukumnya haram atau orang Islam tidak boleh mengikuti dengan cara-cara tersebut. Alasannya karena, Konsep Tuhan mereka dan Tuhan orang Muslim sangat berbeda apabila dilihat dari sudut pandang aqidah atau tauhid Islam. Misalkan orang Kristen dalam hal ini mengenal Tuhan Trinitas atau Tuhan terdiri dari tiga, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Ibu, Tuhan Anak, sedangkan menurut Islam sebaliknya Allah adalah satu dan Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Di dalam Islam apabila seseorang menyekutukan Allah dianggap dosa besar yang tak terampuni, dan Allah menolak segala kemusrikan dalam ibadah, juga dikuatkan oleh pendapat Prof. Dr. Ahmad Rofiq, selaku sekretaris MUI Jateng, menurutnya doa bersama yang dipimpin oleh non-Muslim menurut pemahaman orang Islam, adalah sebagai bentuk kemusrikan dan menurutnya pula, doa bersama yang dipimpin oleh seorang Muslim atau berdoa menurut agama masing-masing tidak masalah dan disitu tidak ada unsur kemusrikan.10
Sedangkan menurut Nurkholis Madjid, ia berpendapat doa bersama dalam bentuk berdoa secara bersama atau setiap pemuka agama berdoa secara bergiliran dan mengamini doa, yang dipimpin oleh non Muslim itu dibolehkan, atau doa bersama dalam bentuk Muslim dan non-Muslim secara serentak atau membaca teks atau doa bersama dalam bentuk seorang non-Muslim memimpin doa dan orang Muslim boleh mengamini dan mengikutinya atau doa bersama dalam bentuk seorang tokoh Islam memimpin doa dan doa dalam bentuk setiap orang berdoa menurut agamanya masing-masing hukumnya boleh. Bolehnya mendoakan orang kafir tersebut asalkan bukan kafir yang musyrik atau bukan munafik, karena tidak semua orang non muslim itu munafik dan musyrik. Dan doa tersebut selama ia bertujuan untuk kemaslahatan, maka dibolehkan. Kebolehan tersebut atas dasar al-Qur’an surat at Taubah ayat 8 dan 84 serta al Munafiquun ayat.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan. Tentunya masih banyak kesalahan. Oleh karenanya kritik dan saran sangat kami harapkan.





















DAFTAR PUSTAKA

Badruzzaman, Ahmad Dimyati, Umat Bertanya Ulama Menjawab, Bandung: Sinar Baru, 1973
Dahlan, Abdual Aziz, et. al, (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 2, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III, Cet 2, Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Madjid, Nor Kholis, Islam Agama Kemanusiaan, Jakarta: Paramadina Cet. ke-2, 2003
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1986