Minggu, 15 November 2009

Puasa Bikin Panjang Umur

Puasa Bikin Panjang Umur!
Anda tahu rahasia dari hidup yang lebih sehat dan panjang umur? Jelas-jelas itu bukan botox. Ada satu cara yang lebih mudah dan murah daripada itu, yaitu berpuasa!
Hal ini menarik untuk diperhatikan, karena berpuasa selama ini lebih dilihat sebagai suatu ritual keagamaan, tetapi penelitian ilmiah juga memberikan jaminan keuntungan dari puasa. Mengurangi tubuh Anda dari asupan makanan akan bisa membantu tubuh.
Dr. Ray Walford, peneliti terkenal dari UCLA mengatakan,"Mengurangi makan sejauh ini adalah satu-satunya metode yang kami ketahui secara konstan memperlambat proses penuaan."
Suatu ungkapan kuno dari Yunani mengatakan, "Daripada menggunakan obat-obatan, berpuasalah". Dalam ajaran agama Kristen, Yesus mengatakan untuk berpuasa selama 40 hari dalam suatu meditasi. Sedang pada umat muslim di seluruh dunia selalu berpuasa selama 30 hari setiap tahunnya selama bulan suci Ramadan.
Kita selalu dinasehati ketika sakit, yang terbaik haruslah tetap makan agar bisa menjaga tenaga kita. Sebenarnya, kenyataannya bukan itu. Jika seorang yang sakit benar-benar berpuasa, tenaga yang lebih banyak akan tersedia untuk membantu untuk memerangi penyakit karena tubuh dibebastugaskan dari tugas mencerna makanan.
Energi yang dibutuhkan untuk mencernakan makanan sangatlah besar. Selalu ada nasehat agar tidak berenang setelah makan atau kalau tidak dituruti kita akan kram di dalam air. Contoh lain yaitu dalam festival seperti Thanksgiving ketika orang-orang makan seperti tidak ada hari esok. Setelah makan sebanyak itu, akan terasa bertenaga atau lelah? Contoh yang mudah yaitu ketika makan besar sebelum tidur, ketika bangun akan terasa sangat lelah. Alasannya semua di sini sangat mudah, mencerna makanan membutuhkan energi yang sangat besar.
Ketika Anda berpuasa, semua energi yang ada akan difokuskan untuk mengeliminasi racun yang ada dalam badan. Sayangnya hanya binatang dan bayi yang tetap punya insting alami ini ketika sakit dan menolak untuk makan.
Penelitian pada keuntungan berpuasa
Dr. Ray Walford, peneliti terkenal dari UCLA mengatakan,"Mengurangi makan sejauh ini adalah satu-satunya metode yang kami ketahui secara konstan memperlambat proses penuaan dan memperpanjang jangka waktu maksimum hidup dari hewan berdarah panas. Penelitian ini tidak diragukan lagi juga dapat dipakai untuk manusia karena berlaku untuk setiap spesies yang selama ini diteliti."
Penelitian itu juga menyimpulkan kalau membatasi masuknya makanan dalam tubuh akan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan memperlambat kemunduran fisiologis tubuh.
Berpuasa pada intinya adalah suatu metode untuk memberi suatu hari libur pada sistem pencernaan sehingga proses pemulihan dapat dijalankan.
Ahli kesehatan menyarankan berpuasa sehari dalam satu bulan, bahkan untuk orang yang sehat. Bagi kaum muslim dianjurkan untuk berpuasa dua kali dalam seminggu sebagai tambahan dari puasa wajib selama 30 hari dalam setiap tahunnya.
Penelitian demi penelitian telah menunjukkan cara terpasti untuk memperpanjang umur adalah dengan mengurangi jumlah makanan yang dimakan.
Sebagai contoh sebuah penelitian di Universitas Cornell oleh Dr. Clive McCay. Dia memakai tikus sebagai objek penelitian. Dengan mengurangi separuh jumlah makanannya, telah berhasil menduakalikan masa hidupnya. Penelitian lain di Universitas Texas yang melibatkan 3 grup tikus, juga menghasilkan catatan menarik. Grup pertama, makan sebanyak yang mereka mau. Grup kedua, jatah makannya dikurangi sampai lebih dari separuh. Grup ketiga, bisa makan semaunya tetapi asupan proteinnya dikurangi sampai separuh. Hasil menakjubkan diperoleh. Setelah lebih dari 2 tahun, hanya 13% dari tikus pada grup pertama yang masih hidup. Pada grup kedua di mana jumlah makanan yang masuk dikurangi setengahnya, 97%-nya masih hidup. Di grup ketiga, hanya separuhnya yang masih tersisa.
Pesan di sini cukup sederhana, "Makanlah lebih sedikit, maka Anda akan hidup lebih lama." Jagalah perut Anda maka dia akan menjaga Anda. Jadi jangan ragu lagi untuk berpuasa!

Senin, 09 November 2009

Membeli Kesuksesan dengan Sedekah

Membeli Kesuksesan dengan Sedekah

“Mengapa seseorang selalu merasa kurang secara penghasilan? Mungkin karena ia kurang sedekah!” buka Ustad Yusuf Mansur malam itu. Beliau melirik sekelilingnya. Wajah-wajah muda, dengan tatapan penuh semangat tengah duduk mengelilinginya. Mereka adalah 20 besar kontestan eliminasi Mimbar Dai TPI. Mereka tekun menyimak penuturan ustad pendiri Wisata Hati Coorporation itu.

Malam itu, tanggal 12 Juli 2005, Ustad Yusuf mendapat kesempatan memberikan pembekalan atau pelatihan bagi para dai muda di Asrama Haji Pondok Gede, Bekasi. Acara yang diselenggarakan habis Isya sampai pukul 21.00 itu, berlangsung cukup seru. Dilengkapi beberapa games, salah satunya berupa simulasi dengan selembar kertas, yang mengundang tanya peserta.

Banyak orang yang memiliki penghasilan besar, namun selalu merasa tidak cukup. Bahkan tidak jarang pengeluaran mereka lebih besar dari penghasilan yang didapat. Mungkin diri kita pernah merasakan demikian. Maka instropeksilah, mungkin sedekah yang kita keluarkan terlalu sedikit, sehingga berkah yang Allah berikan juga sekedarnya.

Padahal dalam surat Al An’am ayat 160, Allah sudah janji akan melipatgandakan pahala sampai 10 kali lipat bagi mereka yang berbuat kebaikan. Jadi sebetulnya kita tak perlu ragu untuk menyisihkan penghasilan bagi mereka yang membutuhkan.
1 - 1 = 10, itulah ilmu sedekah. Banyak kejadian dibalik fenomena keajaiban sedekah. Dalam kesempatan tersebut, Ustad Yusuf memaparkan beberapa kisah yang Insya Allah mampu meningkatkan keyakinan kita, bahwa Allah pasti akan meliptrgandakan pahala-Nya, bila kita sedekah.

Contohlah sebuah kisah tentang seorang supir yang mengeluh karena gajinya terlalu kecil. “Supir ini datang ke Klinik Spiritual dan Konseling Wisata Hati. Dia bilang gajinya cuma 800 ribu, padahal anaknya lima! Ia ingin gajinya jadi 1,5 juta!” ujar Ustad Yusuf sambil duduk bersila di permadani.
Dengan bijak, Ustad Yusuf mengajak supir itu mensyukuri terlebih dahulu apa yang telah didapatkannya selama ini. Kemudian ia menunjukkan surat Al An’am 160 dan surat 65 ayat 7, mengenai anjuran bagi yang kaya untuk membagi kekayaannya dan yang mampu membagi kemampuannya.
Supir itu lantas bertanya,”Kapan ayat-ayat itu dibaca dan berapa kali, Ustad?”

“Nah, inilah kelemahan orang kita,” potong Ustad Yusuf sejenak, “Qur’an hanya untuk dibaca!”
Agak kesal dengan pertanyaan sang supir, Ustad Yusuf menyuruhnya segera berdiri. Kemudian ia bertanya,”Maaf… boleh saya tanya pertanyaan yang sifatnya pribadi?”
Supir itu mengangguk.
“Nggak bakal tersinggung?”

Kembali supir itu mengangguk.
“Bawa duit berapa di dompet?” desak Ustad Yusuf.
Supir itu mengeluarkan uangnya dalam dompet, jumlahnya seratus ribu rupiah. Langsung Ustad Yusuf mengambilnya.
“Nah, uang ini akan saya sedekahkan, ikhlas?”
Supir itu menggaruk-garukkan kepalanya, namun sejurus kemudian mengangguk dengan terpaksa.
“Dalam tujuh hari kerja, akan ada balasan dari Allah!”
“Kalau nggak, Ustad?”
“Uangnya saya kembaliin!”

Mulailah sejak itu ia menghitung hari. Hari pertama tidak ada apa-apa, demikian pula hari kedua, bahkan pada hari ketiga uangnya hilang sejumlah 25 ribu rupiah. Rupanya ketika ditanya Ustad Yusuf tempo hari, sebenarnya ia bawa uang 125 ribu rupiah, namun keselip.
Pada hari keempat supir itu diminta atasannya untuk mengantar ke Jawa Tengah. Selama empat hari empat malam mereka pergi. Begitu kembali, atasannya memberikan sebuah amplop, “Ini hadiah istri kamu yang kesepian di rumah,” begitu katanya. Ketika amplop itu dibuka, Subhanallah…. Jumlahnya 1,5 juta rupiah.

Para dai muda yang menyimak cerita itu terkagum-kagum. Kemudian ustad Yusuf bertanya, “Siapa yang belum nikah?” serentak hampir semua peserta mengacungkan tangan dengan semangat, seraya bergurau.
“Nah, selain untuk memanjangkan umur, mengangkat permasalahan, sedekah juga mampu membuat orang yang belum kawin jadi kawin, dan yang udah kawin…”
“Kawin lagi???” jawab beberapa peserta, kompak!
Ustad Yusuf tertawa, “Yang udah kawin… makin sayang…”
Lalu mengalunlah sebuah cerita lain. Ada seorang wanita berusia 37 tahun yang belum menikah mengikuti seminarnya. Setelah mendengarkan faedah sedekah, wanita itu lantas pergi ke masjid terdekat dari rumahnya dan bertanya pada penjaga masjid itu, “Maaf, Pak… kira-kira masjid ini butuh apa? Barangkali saya bisa bantu…”

“Oh, kebetulan. Kami sedang melelang lantai keramik masjid. Semeternya 150 ribu…”
Wanita itu menarik sejumlah uang dari sakunya, yang berjumlah 600ribu. Tanpa pikir panjang ia membeli empat meter persegi lantai tersebut,”Mudah-mudahan hajat saya terkabul…” harapnya.
Subhanallah… Allah menunjukkan keagungan-Nya. Minggu itu juga datang empat orang melamarnya!
“Itulah sedekah!” Ustad Yusuf menantang mata peserta,”Sulit akan menjadi mudah, berat menjadi ringan… asal kita sedekah!”
Sebuah kisah unik lainnya terjadi. Suatu hari, seorang wartawan mengajak Ustad Yusuf ke Semarang, hanya untuk berpose dengan sebuah mobil Mercedez New Eyes E 200 Compresor baru. Tak ada yang istimewa dengan mobil itu kecuali harganya yang mahal, sekitar 725 juta rupiah, dan… mobil itu milik seorang tukang bubur keliling!

Loh, bagaimana bisa seorang tukang bubur punya mercy? Bisa aja kalau Allah berkehendak. Tukang bubur itu tentunya tak pernah bermimpi bisa memiliki sebuah mobil Mercedez baru. Namun kepeduliannya kepada orang tua, justru membuatnya kejatuhan bulan. Karena orang tuanya ingin naik haji, tukang bubur itu giat sedekah. Ia sengaja menyediakan kaleng kembalian satu lagi, khusus uang yang ia sedekahkan. Yang kemudian ia tabung di sebuah bank.

Ketika tabungannya itu telah mencapai 5 juta, ia mendapatkan satu poin memperebutkan sebuah mobil mercy. Dan si tukang bubur itulah yang memenangkan hadiah mobil tersebut. Karena tak mampu membayar pajaknya sebesar 25%, seorang ustad bernama Hasan, pemilik Unisula, membantunya. Maka, jadilah mobil itu milik tukang bubur.
Kisah terakhir, tentang hutang 100juta yang lunas hanya dengan sedekah 100 ribu rupiah. Orang ini mendengarkan ceramah seorang ustad yang mengatakan, kalau sedekah itu dapat membeli penyakit, dapat membayar hutang, dan dapat menyelesaikan masalah. Teringat hutangnya sejumlah 100 juta, ia menyedekahkan uang yang ada, sebesar 100 ribu. Dalam hatinya ia berharap hutangnya dapat cepat lunas.

“Dan… Allah mengabulkan doanya secepat kilat. Begitu pulang dari pengajian, saat menyebrang jalan, orang itu tertabrak mobil dan lunaslah hutangnya!” seru Ustad Yusuf berapi-api.
Semua peserta melongo kemudian tertawa. Hampir semua menebak orang itu meninggal, sehingga di pemilik piutang mengikhlaskan hutangnya.

“Nggak!” koreksi Ustad Yusuf cepat, “Dia cuma pingsan. Kebetulan yang nabrak orang kaya. Selain dibawa ke rumah sakit, dia juga melunasi hutangnya!”
Itulah… Allah punya cara tersendiri untuk menolong hamba-Nya.
Selain memberikan materi tentang sedekah, Ustad muda berkulit putih ini juga memberikan masukan dan saran tentang bagaimana tampil yang baik di hadapan audience (baik di televisi ataupun di ruangan), di antaranya mengajarkan teknik memotong materi (untuk commercial break) yang baik, sehingga pemirsa televisi enggan mengganti saluran dan tetap menunggu sampai iklan berakhir, lalu cara melibatkan emosi audience, melibatkan orang sekitar acara (baik outsider, maupun insider), intonasi suara, melakukan atraksi menarik, dan sebagainya.

Rumus Sedekah

Ilustrasi yang sangat mudah dan "gamblang", bagaimana sebenarnya sistem sedekah ini bekerja. Ini sungguh luar biasa prima. Dengan tetap bergaya selayaknya "anak muda", maka ustad ini menunjukkan sekaligus mengingatkan ke setiap orang yang hadir, bahwa Allah sendiri telah menjanjikan, jika manusia mau bersedekah, maka Allah pasti akan menggantinya dengan jumlah minimal 10 (sepuluh) kali lipat. Dan, ini ada dasar hukumnya, yaitu tertulis di dalam Al-Qur'an Surat: 6, Ayat: 160, dimana Allah menjanjikan balasan 10 x lipat bagi mereka yang mau berbuat baik. Bahkan di dalam Al-Qur'an Surat: 2, Ayat: 261, Allah menjanjikan balasan sampai 700 x lipat.

Menurut ustad muda ini, dengan berpedoman pada Al-Qur'an tersebut, maka kita bisa membuat "hitung-hitungan" matematika, yang disebutnya sebagai MATEMATIKA DASAR SEDEKAH. Nah, inilah yang luar biasa prima itu. Matematika sedekah ini, sungguh sangat berbeda dengan ilmu matematika yang dulu pernah kita pelajari di sekolah...benar-benar berbeda.

Dia memberikan ilustrasinya sebagai berikut:

10 - 1 = 9 ... ini ilmu matematika yang biasa kita terima di sekolah dulu.

Tetapi ilmu Matematika Sedekah adalah sebagai berikut:

10 - 1 = 19 ... ini menggunakan dasar, bahwa Allah membalas 10 x lipat pemberian kita.

Sehingga kalau dilanjutkan, maka akan ketemu ilustrasi seperti berikut ini:

10 - 2 = 28

10 - 3 = 37

10 - 4 = 46

10 - 5 = 55

10 - 6 = 64

10 - 7 = 73

10 - 8 = 82

10 - 9 = 91

10 - 10 = 100

Nah, sungguh menarik bukan? Lihatlah hasil akhirnya. Kita tinggal mengalikan dengan angka 10, berapa pun yang kita sedekah kan atau kita berikan dengan ikhlas kepada orang lain yang membutuhkan bantuan kita. Ingatlah, balasan 10 x lipat dari Allah itu adalah balasan minimal. Dan, kita pakai balasan dari Allah yang minimal saja sebagai acuan berhitung, yaitu 10 x lipat, tidak usah berhitung yang 700 x lipat...nanti terlalu wah... Oleh karena itu, saya merasa rugi besar jika saya hanya mengeluarkan sedekah dengan jumlah minimal. Semakin banyak bersedekah, maka pasti semakin banyak penggantiannya dari Allah SWT. Tinggal kita yang mau membuka mata, bahwa pengembalian dari Allah itu bentuknya apa? Bukalah "mata hati" kita, selalu lah berpikir positif kepada Allah. Bukankah Allah berfirman, "Aku adalah sebagaimana yang diprasangkakan hamba-Ku kepada-Ku". Oleh karena itu, selalu lah berprasangka baik kepada Allah, maka Allah akan dengan serta merta menunjukkan KeMaha Kebaikan-Nya kepada kita. Allah pasti membalas kebaikan kita dengan balasan yang PAS, yang setimpal dengan amal perbuatan kita.

ALIRAN – ALIRAN DALAM PENDIDIKAN

ALIRAN – ALIRAN DALAM PENDIDIKAN

Pandangan – pandangan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan sebagai dasar untuk dijadikan pedoman bagi manusia dalam melakukan pendidikan mulai dari abad yang lalu hingga abad sekarang ini telah dikelompokkan ke dalam aliran klasik, aliran baru dan aliran modern. Aliran klasik dipakai untuk mengelompokkan pandangan – pandangan para ahli sebelum abad 19, aliran modern untuk pandangqan – pandangan pada abad 19. Aliran modern terutama dipakai untuk reaksi pandangan – pandangan yang terjadi pada abad 19. pengelompokan – pengelompokan tersebut bukan semata – mata hanya di dasari pada waktu kejadiannya saja, karena setiap perkembangan waktu mencerminkan kemajuan isi pandangan – pandangannya. Tetapi bukan berarti setiap yang lama lebih jelek dari yang baru, sebab pandangan – pandangan yang modern banyak juga didasarkan pada pandangan – pandangan yang lama.
Salah satu pandangan para ahli pendidikan yang menonjol pada abad sebelum 19 adalah tentang faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, dimana antara ahli satu dengan ahli yang lain berbeda pandangan. Perbedaan – perbedaan pandangan tersebut akibat dari perbedaan aliran filsafat yang dianutnya, sehingga muncul berbaagai aliran pendidikan, yang disebut juga sebagai hukum dasar kependidikan, dan ada juga yang menyebut sebagai teori kependidikan.
Sebelum dibahas beberapa aliran tersebut pada uraian ini disajikan terlebih dahulu tentang perkembangan anak, dan faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan anak yang didasarkan pada pandangan aliran empirisme, nativisme, naturalisme dan kovergensi.
Aliran – Aliran Klasik Dalam Pendidikan
Teori – teori pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan sebelum abad 19 meliputi berbagai teori tentang segala usaha pendidikan. Teori yang menonjol pada abad atau aliran klasik ini salah satunya adalah yang berhubungan dengan perkembangan manusia/anak didik. Dalam teori ini juga terdapat banyak aliran – aliran, tetapi yang umum dan dapat dijadikan dasar untuk mengelompokkan teori – teori yang lainnya adalah meliputi :
ALIRAN EMPIRISME
Aliran atau teori ini dipelopori oleh John Locke seorang bangsa Inggris yang hidup pada abad 18 yang dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1704. sesuai dengan namanya aliran ini menganut paham yang berpendapat bahwa segala pengetahuan, keterampilan dan sikap manusia dalam perkembangannya ditentukan oeh pengalaman (empiri) nyata melalui alat inderanya, baik secara langsung berinteraksi dengan dunia luarnya maupun melalui proses pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara langsung. Jadi segala kecakapan dan pengetahuannya tergantung, terbentuk dan ditentukan oleh pengalaman. Sedangkan pengalaman di dapatkan dari lingkungan/dunia luar melalui indera, sehingga dapat dikatakan lingkunganlah yang membentuk perkembangan manusia atau anak didik. Lebih jelas dan tegas lagi bahwa hanya lingkunganlah yang mempengaruhi perkembnagan anak. John Locke mengatakan “Tak ada sesuatu dalam jiwa, yang sebelumnya tak ada dalam indera”. Ini berarti apa yang terjadi, apa yang mempengaruhi, apa yang membentuk perkembangan jiwa manusia adalah lingkungan melalui pintu gerbang inderannya yang berarati tidak ada yang terjadi dengan tiba – tiba tanpa melalui proses penginderaan.
Teori ini disebut juga dengan teori tabularasa, yang maksudnya bahwa anak yang baru lahir diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulisi apa – apa, atau bagaikan papan berlapis lilin 9dahulu papan berlapis lilin ini dipakai sebagai alat komunikasi tulis – menulis). Ajaran ini menganggap bahwa ketika anak lahir tidk mempunyai bakat, pembawaan atau potensi apa – apa, masih dalam keadaan jiwa yang kosong, belum berisi sesuatu apapun. Karena masih dalam keadaan bersih, kosong, tidk ada tulisan atau gambaran apa-apa baik pada kertas atau papan berlapis lilin tersebut, sehingga mau diisi, diwarnai digambari atau dibuat apa tergantung dan ditentukan oleh lingkungan yang menguasai. Begitu juga yang terjadi pada perkembangan diri manusia menurut teori ini sangat tergantung dari lingkungannya. Sama sekali tidak ada pembawaan, bakat, potensi yang dapat berkembang sendiri, bahkan dianggap tidak ada semuanya, sehingga dapat dibawa kemana atau dibentuk apa tergantung dari lingkungan yang menguasainya. Berarti lingkunganlah yang maha kuasa dalam menentukan atau membentuk perkembangan manusia, lingkungan 100 % yang menentukan perkembangan manusia. Atau dengan kata lain kekuasaan pengembangan anak ada pada pendidikan. Pendidikan atau lingkunganlah berkuasa atas pembentukan anak. Karena itu aliran ini disebut juga aliran optimisme.
Sejalan dengan aliran ini yang tidak mengakui adanya pembawaan bakat atau potensi lainnya, adalah aliran behaviourisme. Aliran ini mengajarkan bahwa perkembangan yang diinginkan dari anak adalah tergantung dari pembiasaan pada diri anak anak menurut kebiasaan – kebiasaan yang berlaku di dalam lingkungannya. Persamaan yang lain dari aliran behaviorisme ini adalah optimisnya faktor lingkungan yang berkuasa membentuk perkembangan anak sebagaimana yang dikemukakan oleh Wsatson (tokoh aliran behaviorime) . “Berilah saya sejumlah anak yang baik keadaan badanya dan situasi yang saya butuhkan, dan dari setiap anak entah yang mana, dapat saya jadikan dokter, ahli hukum, pedagang atau jika memang dikehendaki menjadi seorang pengemis atau seorang pencuri”. Betapa optimisnya aliran ini semuanya tergantung dari lingkungan, atau pendidikanlah penentu segalanya.
Benarkah perkembangan ditentukan oleh lingkungannya ? jawaban pertanyaan tersebut dapat dijelaskan dari ilustrasi contoh berikut : (1) Seorang anak desa melanjutkan studinya, di kota yang sangat berbeda dengan lingkungan desanya, setelah beberapa tahun kembali lagi ke desa karena sudah lulus studinya. Secara umum kita akui anak tersebut akan berbeda sekali tingkah lakunya dengan tingkah laku yang dulu. Sehingga dapat disimpulkan berberdanya ini dipengaruhi oleh lingkungan kota dan/atau lingkungan pendidikannya, (2) Dua bayi kembar yang diasuh oleh dua keluarga yang berbeda latar belakang secara mencolok dari segi ekonomi (miskin – kaya), karakter (keras-lembut), atau yang lainnya. Tentu saja lingkungan Tersebut akan mempengaruhi dua anak kembar tersebut, baik dari segi sikap, bahasa, pendirian dan sebagainya. Benarkah lingkungan merupakan satu – satunya penentu perkembangan anak ? jawaban pertanyaan tersebut dapat ditemukan dalam contoh sebuah keluarga yang mempunyai beberapa anak dari bapak ibu yang sama, dalam keadaan serba sama, dalam ekonomi, karakteristik, dan yang lainnya sama. Atau bahkan mempunyai/terdapat anak kembar diantara saudara – saudara lainnya. Tetapi apakah anak – anak dalam keadaan dan kondisi yang serba sama tersebut mempunyai budi pekerti, watak, kepandaian, kecerdikan, atau kpribadian yang sama ? Apakah anak – anak tersebut dapat diharapkan sesuai betul dengan keinginan orang tuanya ? Apakah bisa baik semua ? Jika teori tabularasa ini benar seratus persen, tentu pertanyaan tersebut akan dijawab sama atau bisa.
Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh seorang bangsa Jerman bernama Arthur Schopenhouse yang hidup pada abad 19, dilahirkan tahun 1788 dan meninggal dunia tahun 1860. teori ini merupakan kebalikan dari teori tabularasa, yang mengajarkan bahwa anak lahir sudah memiliki pembawaan sendiri – sendiri. Pembawaan yang hanya ditentukan oleh pembawaannya sendiri – sendiri. Pembawaanlah yang maha kuasa, yang menentukan perkembangan anak. Lingkungan sama sekali tidak bisa mempengaruhi, apalagi membentuk kepribadian anak. Jika pembawaan jahaat akan menjadi jahat, jika pembawaannya baik akan menjadi baik. Walaupun bagaimana baiknya, kerasnya dan tertibnya usaha pendidikan/lingkungan. Hasil pendidikannya akan tetap sebagaimana pembawaannya. Mungkin bisa terjadi selama dalam bantuan pendidikan dan pengawasan bisa baik, tetapi begitu sudah berdiri sendiri jika memang dasarnya jelek akan kembali sebagaimana dasarnya yang jelek itu. Jadi lingkungan sama sekali tidk bisa mempengaruhi terhadap perkembangan atau hasil pendidikan anak. Perkembangan ditentukan oleh faktor pembawaannya, yang berarti juga ditentukan oleh anak itu sendiri. Karena lingkungan atau pendidikan sama sekali tidk bisa mempengaruhi perkemebangan anak, dan potensi – potensi yang dimiliki bukannya hasil pendidikan melainkan memang potensi yang sudah ada di bawa sejak lahir, sehingga tidak ada kepercayaan nilai pendidikan dapat mempengaruhi, maka teori ini disebut juga dengan atau aliran pesimisme.
Benarkah perkembangan itu dipengaruhi oleh pembawaan ? Untuk membuktikan kebenaran itu dapat diambil beberapa contoh. Misalnya kalau orang tuanya seorang penyanyi maka anaknya akan menjadi seorang penyanyi juga. Kalau orang tuanya seorang pelukis maka anaknya akan menjadi seorang pelukis juga. Contoh lainnya, seorang anak yang tidak berpembawaan usahawan biarpun dibesarkan dalam lingkungan keluarga usahawan, maka hasilnya akan minim sekali. Bahkan akan tertekan dan merasa jika dipaksakan.
Dua contoh diatas lebih merupakan contoh pembawaan karena aktor keturunan, karena ada kemungkinan menjadi seorang penyanyi atau pelukis tersebut diwariskan oleh orang tuanya melalui sel – sel kelamin. Tetapi bisa juga tidak karena keturunan jika pembawaannya semata – mata memang karena keunikannya dengan pribadi yang lain. Sedangkan contoh yang terakhir lebih dapat merupakan contoh pemawaan karena bakat, sebab bukan karena diwariskan karena sela – sel kelamin, dari sama sekali tidak ada kemiripan dengan keluarganya. Jika orang tuanya usahawan tentunya anaknya juga mempunyai pembawaan usahawan.
Benarkah perkembangan anak – anak semata – mata ditentukan oleh faktor pembawaan ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat digambarkan contoh Ilustrasi sebagai berikut. Apakah keluarga seorang yang baik pasti akan mempunyai anak yang baik ? Apakah seorang dari keluarga yang kurang baik akan mendapatkan anak – anak yang kurang baik saja ? atau dengan pertanyaan sebaliknya, apakah anak – anak yang jelek pasti dari keluarga yang jelek saja ? Tentu saja jawabannya, tidak. Berarti ada faktor lain di luar diri anak tersebut, bukan semata – mata karena pembawaannya (yang bersifat keturunan). Contoh lain bahwa perkembnagan bukan semata – mata ditentukan oleh pembawaan (yang bersifat bakat). Apakah anak yang kembar akan menjadi pribadi yang sama?, sama – sama menjadi aik atau sama – sama menjadi anak yang jelek?.
ALIRAN NATURALISME
Aliran ini dipelopori oleh Jean Jaques Rousseau seorang Prancis yang hidup pada abad 18, dilahirkan pada tahun 1712 dan meninggal dunia pada tahun 1778. aliran ini ada persamaannya dengan teori nativisme, bahkan kadang disamakan. Padahal mempunyai perbedaan tertentu. Ajaran dalam teori ini mengatakan bahwa sejak lahir anak sudah memiliki pembawaan sendiri, baik bakat, minat, kemampuan, sifat, watak dan pembawaan lainnya. Pembawaan akan berkembang sesuai dengan lingkungan yang alami, bukan lingkungan yang dibuat-buat. Pembawaan yang dibawa anak hanya pembawaan yang baik saja, tidak sama dengan teori nativisme yang meliputi pembawaan baik dan buruk. Secara alami pembawaan itu akan berkembang sesuai dengan alamnya sendiri – sendiri secara baik, jika anak menjadi buruk maka lingkunganlah dalam pernyataan yang dikemukakan Rousseau : “Semua adalah baik dari tangan Sang-Pencipta, semua menjadi buruk di tangan manusia”.
Melihat pernyataan Rousseau dari uraian diatas bahwa sebetulnya lingkungan juga ikut mempengaruhi terhadap perkembangan anak. Tetapi tidak berpengaruh positif, melainkan hanya berpengaruh negatif saja, apabila lingkungan itu dibuat – dibuat, seperti lingkungan pendidikan.
Dengan kata lain jika pendidikan diartikan usaha sadar untuk mempengaruhi perkembangan anak seperti mengarahkan, mempengaruhi, menyiapkan, menghasilkan apalagi menjadikan anak kearah tertentu, maka usaha tersebut hanyalah berpengaruh jelek terhadap jelek terhadap perkembangan anak. Tetapi jika pendidikan diartikan membiarkan anak berkembang sesuai dengan pembawaan dengan lingkungan yang tidak dibuat – buat (alami), maka pendidikan yang dimaksud terakhir ini berpengaruh positif terhadap perkembangan anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rousseau, “Pendidikan bukanlah suatu persiapan untuk hidup, melainkan memang hidup itu sendiri”. Pendidikan bukanlah harus mengikuti suatu prosedur tertentu, melainkan merupakan perkembngan atau pertumbuhan individu yang alami”.
Jadi lingkungan yang diinginkan dalam perkembangan anak adalah lingkungan yang tidak dibuat – buat, lingkungan yang alami, begitu juga yang berpengaruh terhadap perkembangan anak bukanlah pendidikan yang disengaja, melainkah pendidikan yang tidak disengaja. Pendidikan yang disengaja hanya berpengaruh negatif terhadap anak (karena pengaruh negatif inilah sehingga teori disebut juga negativisme). Yang menentukan yang memimpin, yang memerintah, yang mengarahkan hanyalah alamnya sendiri sesuai dengan pembawaan baik yang dimiliki anak sejak lahir. Tugas pendidikan adalah membiarkan anak berkembang menurut alamnya dan menjauhkan pengaruh yang jelek, karena kodrat pembawaan anak adalah baik.
Benarkah pembawaan mempengaruhi tehrdap perkembangan? Benarkah yang dimiliki anak hanyalah pembawaan baik saja? Benarkah lingkungan atau masyarakat itu buruk ? Adakah pendidikan tanpa sengaja ? Pertanyaan pertama sudah terjawab pada pembahasan aliran nativisme. Jawaban pertanyaan keuda sangat tergantung dari keyakinan kita, terutama dari ajaran agama yang kita anut, karena pembawaan yang dibawa sejak lahir sama sekali tidak bisa dibuktikan secara empirik, sebab sejak lahir bahkan ketika masih dalam kandungan anak sudah tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Sedangkan keyakinan yang mana ada pembawaan baik dan pembawaan buruk, memang dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari – hari tanpa dikaitkan apakah terbawa sejak lahir atau tidak. Untuk menjawab pertanyaan ketiga, dapat dihubungkan dengan pertanyaan kedua tetai terjadi kontradiktif. Kalau sejak dilahirkan anak telah memiliki pemebawaan yang baik, kemudian lingkungan atau masyarakat dikatakan buruk, padahal masyarakat adalah terdiri dari sekumpulan individu, tentunya justru masyarakat akan berpengaruh positif terhadap perkembangan anak. Atau masyarakat tetap berpengaruh jelek terhadap anak, tetapi pembawaannya anak yang dibawa sejak lahir buruk semua. Tentunya yang terakhir tidak kita setujui.
Yang dapat kita akui adalah bahwa masyarakat atau lingkungan dapat berpengaruh baik dan dapat berpengaruh buruk, sedangkan pertanyaan keempat dapat dijawab dengan dua pilihan tentang pengertian pendidikan, diartikan secara luas yaitu meliputi segala sesuatu yang mempengaruhi terhadap perkembangan anak. Berarti pendidikan meliputi semua pengalaman manusia, meliputi semua kejadian. Atau pendidikan dapat diartikan hidup dan kehidupan itu sendiri. Contohnya tayangan – tayangan film yang maksud sutradara adalah agar pesan tertentu yang baik dapat dimiliki oleh penonton, tetapi yang ditangkap atau dicontoh oleh penonton jusru tingkah laku – tingkah laku yang lain, bahkan yang jelek, yang sebetulnya tidak diperhitungkan oleh sutradara, tetapi justru tingkah laku itulah yang ditangkap dan dimiliki oleh penonton. Pendidikan yang demikianlah yang dimaksud oleh Rosseau, pendidikan yang alami yang tanpa ada kesengajaan untuk membawa ke maksud tertentu. Contoh di atas justru maksud sutradalah yang tidak dikehendaki dalam pengertian pendidikan ini. Biarlah apa yang akan ditangkap oleh penonton dan nantinya akan secara alami akan dibentuk oleh lingkungan secara alami pula.
Sedangkan pengertian kedua, pendidikan diartikan usaha sadar dilakukan untuk membantu perkembangan anak didik sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Bedanya dengan pengertian yang pertama, dalam pengertian ini ada usaha secara sadar, ada kesengajaan dalam melakukan kegiatan, ada usaha mempengaruhi dan ada usaha membawa anak kemaksud tertentu, sekalipun nantinya keputusan tergantung dari anak didik, dan pengertian pendidikan inilah yang kita jadikan dasar melakukan suatu pendidikan. Justru pengertian pendidikan yang pertama dapat dikatakan sebetulnya tidak da kegiatan pendidikan. Sekalipun kita menganut pengertian pendidikan yang kedua, pengertian pendidikan yang pertama harus tetap kita perhatikan sebab tetap banyak kejadian – kejadian di luar pendidikan yang kita sengaja ini mempengaruhi terhadap ank didik atau manusia pada umumnya.
Aliran Konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh William Stern, seorang Jerman yang hidup pada abad 20, dilahirkan pada tahun 1871 dan meninggal dunia pada tahun 1938. sesuai dengan namanya teori ini berusaha memadukan dua teori dimuka yang terlalu ekstrim dari pandangan yang berbeda, di satu sisi hanya mengakui lingkungan (empirisme) yang menentukan perkembangan, sama sekali tidak mengakui adanya pembawaan, sedangkan disisi lain hanya mengakui pembawaan saja yang mempengaruhi perkembangan anak. Keduanya mengandung kebenaran dan keduanya mengandung ketidakbenaran. Faktor pembawaan dan faktor lingkungan sama – sama mempunyai peranan yang sangat penting, keduanya tidak dapat dipisahkan, sebagaimana teori nativisme, teori ini juga mengakui bahwa pembawaan yang dibawa anak sejak lahir juga meliputi pembawaan baik dan pembawaan buruk. Pembawaan yang di bawa anak sejak lahir tidak akan bisa berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan pembawaan tersebut. Sebaliknya, sekalipun lingkungan yang bagaimana baiknya tidak akan menghasilkan perkembangan yang baik jika memang pada diri anak tidak ada pembawaan atau bakat seperti yang diharapkan akan dikembangkan.
Sebagai contoh, diketemukan seorang anak di India yang tidak bisa berbicara sebagaimana seusia sebayanya (9 tahun) dan tidak bisa berjalan tegak sebagaimana pada umumnya, tetapi menggunakan tangan dan kaki sebagaimana binatang. Padahal telah kita ketahui bahwa manusia memiliki pembawaan berjalan tegak dan mempunyai potensi berbahasa yang terus berkembang, tetapi karena anak tadi dibesarkan oleh seekor serigala maka segala tingkah lakunya menyerupai binatang. Contoh ini menggambarkan ada pembawaan baik, tetapi tidak di dukung oleh lingkungan yang baik sehingga tidak bisa berkembang sesuai dengan yang diharapkannya. Contoh yang lain, seorang anak normal seusia 5 bulan kita harapkan sudah dapat berjalan. Dengan menggunakan berbagai teknologi modern untuk mengupayakan agar bisa berjalan. Upaya tersebut akan sia – sia, bahkan bisa jadi fatal akibatnya misalnya patah kaki atau berbentuk X atau 0. kemudian anak normal usia satu tahun kita harapkan sudah bisa berbicara dengan baik dengan bantuan berbagai alat teknologi modern sekalipun, anak tersebut tetap tidak akan bisa berbicara dengan baik. Sebab pada pembawaannya anak baru dapat bisa berjalan sekitar umur satu tahun dan anak bisa berbicara dengan baik sekitar umur tiga tahun. Pada contoh terakhir ini upaya memberikan lingkungan yang baik tetapi tidak di dukung oleh pembawaannya. Sekalipun ada potensi untuk dikembangkan, yakni potensi bisa berjalan dan potensi bisa berbicara, tetapi pembawaannya ini terkait juga dengan waktu, yaitu munculnya potensi tersebut sehingga dapat berjalan atau dapat berbicara.
Berdasarkan pandangan tersebut, William Stem menyimpulkan bahwa perkembangan anak tergantung dari pembawaan dan lingkungan, yang keduanya merupakan sebagaimana dua garis yang bertemu atau menuju pada satu titik yang disebut konvergensi. Istilah yang digunakan oleh Kihajar Dewantara adalah dasar sebagai pembawaan dan ajar sebagai lingkungannya, yang keduanya memkpengaruhi terhadap perkembangan anak didik, sama – sama tidak bisa dipisahkan. Bahkan dilukiskan bahwa anak sejak lahir telah membawa pembawaan sendiri – sendiri bagaikan meja berlapis lilin yang tertulisi remang – remang, tergantung dan lingkungannya untuk memperjelas tulisan – tulisan yang baik dan membiarkan atau menghalangi agar tulisan – tulisan yang baik dan membiarkan atau menghalangi agar tulisan – tulisan yang jelek tidak akan muncul atau bahkan kalau bisa dihapuskannya. Tulisan baik dan buruk dimaksudkan bahwa pada diri manusia ada pembawaan baik dan ada pembawaan buruk.
Dari uraian ketiga teori tersebut, teori yang cocok dapat diterima sesuai dengan kenyataan adalah teori konvergensi, yang tidak mengekstrimkan faktor pembawaan, faktor lingkungan atau alamiah yang mempengaruhi terhadap perkembangan anak, melainkan semuanya dari faktor – faktor tersebut mempengaruhi terhadap perkembangan anak. Akan tetapi teori ini juga tidak bisa diterima jika anak didik sebagai subjek yang berkembang hanya dianggap menerima akibat pengaruh dari faktor – faktor tersebut. Artinya anak dalam menerima atau dipengaruhi faktor tersebut hanya menerima secara pasif saja bagaikan benda yang ditekan dari arah yang berbeda sehingga dapat ditentukan arah, kecepatan, jauh – dekatnya benda tersebut terlempar. Hal ini bertentangan dengan hakikat manusia sebagai manusia yang aktif. Sebagai contoh orang tua yang mempunyai status sosial ekonomi yang baik bahkan sangat memperhatikan terhadap tingkah laku anaknya walau yang sekecil apapun, menginginkan anaknya yang telah menyelesaikan sekolah SD dan SMP dengan baik untuk melanjutkan ke suatu sekolah SMTA yang baik yang sesuai dengan minat anak tersebut. Setelah diterima dan mengikuti pendidikan disekolah tersebut, tiba – tiba ditengah jalan anak tersebut menunjukkan tingkah laku yang negatif, misalnya bolos, pulang terlambat, bahkan kadang – kadang tidak pulang. Padahal tingkah laku terlambat , bahkan kadang – kadang tidak pulang. Padahal tingkah laiu tersebut tidak pernah dilakukan pada masa pendidikan sebelumnya. Kemudian orang tua anak tersebut berusaha mencari penyebab dan penyelesaiannya. Misalnya dengan menghubungi teman – teman terdekatnya dengan pesan – pesan tertentu, menghubungi guru – guru termasuk petugas BP-nya, menasihati, mengajak membicarakan dengan anak tersebut dan berbagai usaha telah ditempuhnya, bahkan usaha yang bersifat irasionalpun telah ditempuhnya, tetapi rupanya tidak membuahkan hasil dan gagallah sekolah anak tersebut, gagallah cita – cita orang tua agar anaknya menjadi anak yang berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan agama.
Dari contoh tersebut dilihat dari teori konvergensi yang apabila memperlakukan anak semata – mata sebagai objek penegaruh faktor pembawaan dan lingkungan, atau dianggap manusia yang pasif maka teori tersebut masih tetap salah. Karena dilihat dari pembawaannya anak tersebut dari orang tua yang baik status sosial ekonominya. Anak tersebut dapat menyelesaikan studi sebelumnya dengan baik. Sedangkan lingkungan yang ada juga dapat dikatakan baik. Hal ini dapat dilihat dari usaha orang tua, perhatian orang tua, pilihan sekolah yang baik, dan usaha – usaha lainnya untuk mempengaruhi anaknya agar mempunyai masa depan yang baik. Akan tetapi pembawaan dan lingkungan tersebut tidak bisa seratus persen menentukan keberhasilan perkembangan anak. Hal ini berarti selain kedua faktor tersebut, keaktifan diri : reaksi, pilihan, penentuan dari diri anak tersebut ikut mempengaruhi terhadap perkembangan anak.
Bahkan oleh Kihajar Dewantara dikatakan keakktifan diri inilah yang dapat dipengaruhi oleh pendidikan agar dapat menguasai diri, jika penguasaan diri dimiliki, maka jiwa atau pembawaan yang jelek dapat dikuasai, dikendalikan, bahkan mungkin bisa dihilangkan. Sebab pada dasarnya ada pembawaan baik dan ada pembawaan jelek. Dan dalam jiwa manusia terdapat bagian yang bersifat biologis, yaitu keadaan jiwa yang berhubungan dengan perasaan yang sudah mendarah daging pada diri manusia, dan bagian inilah yang tidak dapat diubah oleh lingkungannya. Sedangkan bagian jiwa lainnya adalah yang bersifat intelligibel, yaitu keadaan jiwa manusia yang berhubungan dengank pikiran. Keadaan inilah yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan keadaan, termasuk pendidikan, jika bagian ini terus dikembangkan sehingga dapat menguasai diri, maka bagian biologis jiwa manusia tersebut dapat dikuasai.
Dalam kaitannya dengan keaktifan pada diri manusia jika hal tersebut sudah termasuk dalam pembawaan, maka teori konvergensi sudah memadai.
Pertanyaan selanjutnya, manakah diantara faktor hereditas dan faktor lingkunganl yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan anak. Jawaban dari pertanyaan tersebut tidak bisa segera ditentukan yang mana yang lebih mempengaruhi terhadap perkembangan, seperti pada teori nativisme atau teori empirisme. Teori konvergensi tidak membedakan mana yang lebih menonjol, tetapi keduanya merupakan faktor yang sama – smaa saling mempengaruhi terhadap perkembangan anak. Baik faktor heriditas maupun faktor lingkungan keduanya mempunyai ciri sendiri – sendiri, keduanya mempunyai rentangan kuantitas dan kualitasnya. Sebagai ilustrasinya, pembawaan yang dibawa anak bagaikan menja berlapis lilin yang sudah tercoreti, ada yang sudah penuh dan ada yang belum penuh, ada yang tercoreti secara remang – remang dan ada yang sudah lebih jelas. Begitu juga yang terjadi pada lingkungan, ada yang kuat dan sampai yang kurang kuat, dan banyak sedikitnya macam lingkungan yang mempengaruhi juga berbeda. Sehingga tidak bisa ditentukan mana yang lebih kuat di antara keduanya. Yang penting dengan adanya keaktifan pada diri anak, anak perlu mendapat bantuan agar dapat mengetahui dan menyadari apa yang jadi pembawaannya. Pembawaan – pembawaan yang buruk kperu dihambat bahkan dihilangkan perkembangannya. Juga perlu disadarkan bahwa di lingkungan sekitar anak terdapat lingkungan yang bermacam ada yang baik dn ada yang buruk. Dengan keaktifan pada diri, anak dapat menyadari mana yang menunjang dan mana yang menghambat perkembangan pembawaan yang dibawanya.