Sabtu, 16 Oktober 2010

HUKUM BERDO’A BERSAMA DENGAN AGAMA LAIN (NON MUSLIM)

I. PENDAHULUAN
Bagi umat Islam, Do’a Bersama bukan merupakan sesuatu yang baru. Sejak belasan abad, bahkan sejak agama Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w., hingga sekarang, mereka sudah terbiasa melakukannya, baik dilakukan setelah salat berama’ah maupun pada event-event tertentu.
Do’a adalah suatu bentuk kegiatan berupa permohonan manusia kepada Allah SWT semata (lihat antara lain QS. al-Naml [27]: 62). Dalam sejumlah ayat al-Qur’an (lihat antara lain QS. al-Mu’min [40]: 60) Allah memerintahkan agar berdo’a. Oleh karena itu, kedudukan do’a dalam ajaran Islam adalah ibadah. Bahkan Nabi s.a.w. menyebutnya sebagai otak atau intisari ibadah (mukhkh al-‘ibadah). Sebagai sebuah ibadah, pelaksanaan do’a wajib mengikuti ketentuan atau aturan yang telah digariskan oleh ajaran Islam. Di antara ketentuan paling penting dalam berdo’a adalah bahwa do’a hanya dipanjatkan kepada Allah SWT semata. Dengan demikian, di dalam do’a sebenarnya terkandung juga unsur aqidah, yakni hal yang paling fundamental dalam agama (ushul al-din).
Di Indonesia akhir-akhir ini, dalam acara-acara resmi kemasyarakatan maupun kenegaraan umat Islam terkadang melakukan do’a bersama dengan penganut agama lain pada satu tempat yang sama. Do’a dengan bentuk seperti itulah yang dimaksud dengan Do’a Bersama. Sedangkan do’a yang dilakukan hanya oleh umat Islam sebagaimana disinggung di atas tidak masuk dalam pengertian ini. Do’a Bersama tersebut telah menimbulkan sejumlah pertanyaan di kalangan umat Islam, terutama tentang status hukumnya. Atas dasar itu,
.Terkait dengan hal tersebut diatas, lebih lanjut akan dibahas secara sistematis tentang hukum do’a bersama dengan agama lain
II. PERMASALAHAN

Bagaimanakah hukum berdo’a bersama dengan Agama lain?

III. PEMBAHASAN
Do’a merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia yang berbentuk ucapan yang di sertai adab-adab yang di tentukan dalam Islam, setelah seorang tersebut, berusaha atau berikhtiar guna untuk mewujudkan cita-citanya yang pada intinya mendekatkan diri kepada Allah swt. Seseorang tidak terlepas dari do’a karena do’a itu, inti dari ibadah. Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas, berikut ini akan di jelaskan sebagai pedoman dan secara tajam untuk menganalisis tentang di haramkannya do’a bersama
A. Pengertian Doa Bersama
Secara etimologi, do'a berasal dari kata
دعا- يد عو - دعو ى
Yang berarti permohonan atau permintaan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, doa adalah permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Secara terminologi, do'a adalah permohonan atau permintaan dari seorang hamba kepada Tuhan dengan menggunakan lafal yang dikehendaki dan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan.8 Menurut Sudirman Tebba, do'a adalah permintaan atau permohonan, yaitu permohonan manusia kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat.
Jadi Do’a Bersama adalah berdo’a yang dilakukan secara bersama-sama antara umat Islam dengan umat non-Islam dalam acara-acara resmi kenegaraan maupun kemasyarakatan pada waktu dan tempat yang sama, baik dilakukan dalam bentuk satu atau beberapa orang berdo’a sedang yang lain mengamini maupun dalam bentuk setiap orang berdo’a menurut agama masing-masing secara bersama-sama.
B. Dasar Hukum Do’a
Dasar hukum do’a dapat dijumpai dalam Al-Qur’an dan Al-hadist.
a. Al-Qur’anul Karim
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ﴿60﴾
Artinya: Serulah Aku! Akan Kukabulkan do'amu. Orang yang sombong dan tiada suka menyembah Aku, pasti akan masuk neraka jahanam dalam kehinaan.

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ﴿55﴾
Artinya: "Mohonlah (berdo'alah) kamu kepada Tuhanmu dengan cara merendahkan diri dan suara halus bahwasanya Allah, tiada menyukai orang-orang yang melampui batas (Q.S. Al-A'raf: 55).
b. Al-Hadits
عن النعمان بن بشير,قال: رسول الله صلى الله عليه وسلم ان الدعاءهوالعبا دة
Artinya: dari nukman bin basir Rasullah saw telah berkata: Sesungguhnya do’a itu adalah ibadat.” (H.R. Ibnu Majah At-Turmudzy)13
عن ا بي هريرة , عن ا لنبي , ص م, ا نه قال: لا يزا ل يستجاب للعبد مالم يدع باء ثم ا وقطيعة رحم مالم يستعجل قيل: يارسول الله اماالاستعجال؟ قال يقول: قد دعوت,وقد دعوت, فلم اريستجيب لي. فيستحسر عند ذلك, ويدع الدعاء 14
Artinya: Dari Abi Hurairah: Do’a seoarang hamba akan tetap dikabulkan selama ia tidak berdo’a untuk suatu perbuatan dosa, memutuskan silaturrahim, dan selama dia tidak terburu-buru meminta dikabulkan do’anya. ” Kemudian ada salah seorang sahabat yang bertanya, “wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan terburu-buru (al-isti’jal) itu? ” Rasulullah saw menjawab, “yaitu orang yang mengatakan, ‘Aku telah berdo’a tetapi aku belum melihat tanda-tanda bahwa do’aku dikabulkan, sehingga dia berputus asa terhadap do’anya itu dan meninggalkannya". (Shohih Muslim)

C. Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Doa Bersama (Doa antar Agama) Umat Muslim dan Non Muslim
a. Do’a bersama menurut pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam Keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dinyatakan:
1) Bahwa umat Islam diperbolehkan bekerja sama dan bergaul dengan umat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan:
Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿13﴾

Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Al-Qur'an surat Al-Mumtahanah ayat 8:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿8﴾
Artinya: "Allah tidak melarang kamu (umat Islam) untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (beragama lain) yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."

2) Bahwa umat Islam tidak boleh mencampuradukkan akidah dan peribadatan agamanya dengan akidah dan peribadatan agama lain, berdasarkan:
Al-Qur'an surat Al-Kafirun ayat 1-6:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿1﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿2﴾ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿3﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ ﴿4﴾ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿5﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿6﴾

Artinya: "Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu-lah agamamu dan untukkulah agamaku.”

Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 42:

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿42﴾
Artinya: "Janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya.”

b. Menurut Pendapat Nurcholis Madjid Tentang Do’a Bersama
1) Berdo’a untuk orang-orang non-Muslim yang bukan musyrik dan bukan munafik itu, dibolehkan selama ia bertujuan untuk kemaslahatan.
2) Ajaran Islam membolehkan kaum Muslim memintakan doa untuk non-Mulsim. Orang–orang yang dimintakan berdo’a percaya pada penyembah Tuhan yang sama meskipun mereka berbeda agama. Dengan meminta do’a dari orang orang non Muslim percaya pada penyembah tuhan yang sama, meskipun dengan cara-cara yang berbeda.
3) Ajaran Islam membolehkan orang Muslim berdo’a dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh para penganut agama-agama yang berbeda, baik orang yang memimpin do’a itu, adalah orang Muslim maupun non-Muslim atau bersma-sama membaca teks bersama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Apalagi do’a bersama jenis ini, bertujuan untuk kemaslahatan seperti kedamaian, kerukunan dan solidaritas, maka ia di bolehkan, bahkan meningkat menjadi di anjurkan.
4) Ajaran Islam telah membolehkan orang-orang Muslim berdo’a dalam satu pertemuan yang dihadiri oleh para penganut agama-agama yang berbeda yang memimpin do’a itu, adalah wakil-wakil dari masing-masing agama yang berbeda dan saling bergantian.
IV. ANALISIS DAN KESIMPULAN
Doa bersama yang dilakukan oleh Muslim dan non-Muslim sebagaimana masyarakat Muslim ada yang resah atas terselenggaranya doa bersama, yang akhir-akhir sekarang ini, sering dilakukan oleh Muslim dan non-Muslim. Keresahan yang ditimbulkan oleh doa bersama tersebut.
Maka untuk itu MUI mengeluarkan Fatwa diantaranya adalah:
Menetapkan : Fatwa tentang doa bersama
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini yang dimaksud:
A. Doa bersama adalah berdoa yang dilakukan secara bersama-sama antara ummat Muslim dan non-Muslim, baik dalam acara-acara resmi kenegaraan maupun kemasyarakatan pada waktu dan tempat yang sama, baik dilakukan dalam bentuk satu atau beberapa orang berdoa, sedangkan yang lain mengamini, maupun dalam bentuk setiap orang berdoa menurut agama masing-masing secara bersama.
B. Meng-amini orang yang berdoa termasuk doa
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Doa bersama yang dilakukan oleh orang Muslim dan non Muslim, termasuk bid’ah.
2. Doa bersama dalam bentuk setiap pemuka agama berdoa secara bergiliran, maka orang Islam haram mengikuti dan mengamini doa yang dipimpin oleh non-Muslim.
3. Doa bersama dalam bentuk “Muslim dan non-Muslim berdoa secara serentak” (misalnya mereka membaca teks doa bersamasama) hukumnya haram.
4. Doa bersama dalam bentuk “Seorang non-Muslim memimpin doa” maka orang Muslim haram mengikuti dan mengamininya.
5. Doa bersama dalam bentuk “seorang tokoh Muslim memimpin doa” hukumnya mubah.
6. Doa dalam bentuk “Setiap orang berdoa menurut agama masingmasing hukumnya mubah.
Doa bersama yang dilakukan oleh seorang Muslim dan non-Muslim dari huruf 2, 3 dan 4 hukumnya haram atau orang Islam tidak boleh mengikuti dengan cara-cara tersebut. Alasannya karena, Konsep Tuhan mereka dan Tuhan orang Muslim sangat berbeda apabila dilihat dari sudut pandang aqidah atau tauhid Islam. Misalkan orang Kristen dalam hal ini mengenal Tuhan Trinitas atau Tuhan terdiri dari tiga, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Ibu, Tuhan Anak, sedangkan menurut Islam sebaliknya Allah adalah satu dan Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Di dalam Islam apabila seseorang menyekutukan Allah dianggap dosa besar yang tak terampuni, dan Allah menolak segala kemusrikan dalam ibadah, juga dikuatkan oleh pendapat Prof. Dr. Ahmad Rofiq, selaku sekretaris MUI Jateng, menurutnya doa bersama yang dipimpin oleh non-Muslim menurut pemahaman orang Islam, adalah sebagai bentuk kemusrikan dan menurutnya pula, doa bersama yang dipimpin oleh seorang Muslim atau berdoa menurut agama masing-masing tidak masalah dan disitu tidak ada unsur kemusrikan.10
Sedangkan menurut Nurkholis Madjid, ia berpendapat doa bersama dalam bentuk berdoa secara bersama atau setiap pemuka agama berdoa secara bergiliran dan mengamini doa, yang dipimpin oleh non Muslim itu dibolehkan, atau doa bersama dalam bentuk Muslim dan non-Muslim secara serentak atau membaca teks atau doa bersama dalam bentuk seorang non-Muslim memimpin doa dan orang Muslim boleh mengamini dan mengikutinya atau doa bersama dalam bentuk seorang tokoh Islam memimpin doa dan doa dalam bentuk setiap orang berdoa menurut agamanya masing-masing hukumnya boleh. Bolehnya mendoakan orang kafir tersebut asalkan bukan kafir yang musyrik atau bukan munafik, karena tidak semua orang non muslim itu munafik dan musyrik. Dan doa tersebut selama ia bertujuan untuk kemaslahatan, maka dibolehkan. Kebolehan tersebut atas dasar al-Qur’an surat at Taubah ayat 8 dan 84 serta al Munafiquun ayat.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan. Tentunya masih banyak kesalahan. Oleh karenanya kritik dan saran sangat kami harapkan.


DAFTAR PUSTAKA

Badruzzaman, Ahmad Dimyati, Umat Bertanya Ulama Menjawab, Bandung: Sinar Baru, 1973
Dahlan, Abdual Aziz, et. al, (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 2, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III, Cet 2, Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Madjid, Nor Kholis, Islam Agama Kemanusiaan, Jakarta: Paramadina Cet. ke-2, 2003
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1986

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda